Cerita ini berfokus, pertama, pada intervensi pemerintah Belanda dalam penataan lingkungan perkotaan di Jawa yang dibangun sebagai model pos terdepan pada masa kolonial, dan kedua, pada percobaan Maclaine Pont (1884-1971) sebagai arsitek Belanda yang karyanya mewakili budaya arsitektur kolonial Indonesia pada awal abad kedua puluh. Selama 1910-1920, terjadi wabah yang menewaskan puluhan ribu orang di Jawa. Dengan ide-ide baru, khususnya dalam perbaikan permukiman lokal dan pemberantasan wabah, pemerintah kolonial bermaksud mereformasi kebijakan perumahan dan menuntut pelarangan bambu – bahan dasar perumahan lokal – karena diduga menjadi tempat bersarang tikus, si penyebar wabah. Sebagai tanggapan, Maclaine Pont menawarkan penelitiannya tentang metode baru konstruksi yang dibuat dengan sambungan tradisional. Tujuannya bahwa perlakuan yang tepat terhadap bambu dapat meningkatkan ketahanan material tersebut terhadap tikus.



